Selasa, 10 Februari 2015
MENGUBAH PASANGAN TANPA PERKATAAN
MENGUBAH PASANGAN TANPA PERKATAAN
Diringkas oleh: S. Setyawati
Apa yang harus Anda lakukan jika pasangan Anda menyeleweng? Daripada terus mengomeli pasangan, Anda disarankan untuk lebih mengerahkan energi untuk tetap melayaninya. Kita didorong untuk menerima dan mendampingi pasangan, apa pun keadaannya, serta melayaninya dengan baik. Sikap itulah yang akan mengubah pasangan Anda.
Nasihat Rasul Petrus: Sistem Pernikahan Sehat
Dalam 1 Petrus 3:1-2, Petrus memberi nasihat kepada istri yang suaminya tidak taat pada firman Tuhan dan yang belum mengenal Tuhan. Lingkungan Yahudi pada saat itu memegang kuat budaya paternalistik sehingga suami mendapatkan otoritas yang lebih besar daripada istri. Petrus menasihatkan agar istri tetap tunduk kepada suami. Untuk memahaminya, kita harus mengerti konsep teologi Petrus (bdg. Efesus 5:22-23). Kita perlu melihat pernikahan sebagai sebuah sistem yang terbentuk dari dua sistem yang berbeda -- sistem suami dan sistem istri. Jika keduanya tidak menyatu, pernikahan menjadi disfungsi. Ada hal-hal yang dapat dijalankan sendiri-sendiri, tetapi ada juga bagian-bagian dari sistem suami atau istri yang menjadi milik bersama, disepakati, dan dilaksanakan bersama.
Tuhan menghendaki kita menikah dengan orang yang sepadan dan seiman. Petrus juga menegaskan pentingnya menikah dengan orang seiman. Jika Anda menikah dengan suami yang tidak beriman atau tidak taat kepada firman, Anda harus memikul konsekuensinya. Anda harus menjadi saksi bagi pasangan Anda. Jangan menuntut dia berubah. Itulah harga yang harus dibayar. Selain itu, jika Anda menikah dengan orang yang tidak seiman, ada kemungkinan Anda akan mengalami "kemandegan" pernikahan. Anda mungkin dilarang ke gereja. Sebagai istri, Anda harus belajar tunduk. Jangan sampai Anda pergi ke gereja, tetapi setelah pulang Anda bertengkar dengan suami. Karena itu, kita harus mempertimbangkan dengan matang konsekuensi sebelum menikah dengan orang yang tidak seiman.
Memenangkan Suami Tanpa Perkataan
Petrus mengatakan bahwa istri bisa memenangkan suami lewat hidup yang murni dan saleh. Suami dimenangkan bukan karena kepandaian istri dalam berkata-kata atau daya tarik perhiasan, baju baru, dan penampilan yang wah, tetapi karena suami melihat karakter istrinya yang mengagumkan, manusia batiniah yang berasal dari roh yang lemah lembut, jiwa yang tenteram, dan tenang. Inilah perhiasan harian yang akan dilihat suami. Suami yang tidak beriman kepada Kristus dan yang tidak taat suatu hari nanti mungkin akan bertanya dalam hatinya, "Apa yang membuat istri saya tetap mencintai saya walaupun saya tidak bertanggung jawab?"
Contoh yang diberikan Petrus adalah Sara. Sebagai istri, ia tunduk dan taat kepada Abraham. Sara memanggil Abraham tuan (master). Apakah Anda menaruh rasa hormat yang tinggi, bangga, dan kagum pada suami seperti Sara?
Nasihat untuk Para Suami
Dalam 1 Petrus 3:7 dan 9, Petrus berbicara lagi dalam konteks budaya paternalistik. Di sana, perempuan ditempatkan dalam subordinasi pria. Namun, suami harus bersikap dan bertindak baik terhadap istri terkait dengan spiritualitasnya, yaitu "supaya doamu tidak terhalang". Jadi, iman seorang suami tidak ditunjukkan dengan berapa kali ia ke gereja, jumlah persembahan yang ia berikan, atau perannya di gereja, tetapi "seberapa bijak suami berkomunikasi dan berelasi dengan istri". Paulus mengatakan bahwa majelis dan penatua haruslah seorang suami dari satu istri, dan dihormati oleh istri dan anak-anaknya.
Petrus mengatakan bahwa suami harus menghormati istri sebagai teman pewaris dari kasih karunia. Istri adalah kasih karunia, pemberian Tuhan yang bernilai kekal, yang menentukan kelanggengan, dan kualitas dari keturunan.
Suami Adalah Pembela Istri
Pernikahan seumpama sebuah film yang setiap hari dilihat dan dibaca anak. Anak meniru perilaku orang tua. Suatu hari, andaikata Josephus, anak sulung kami, menikah, minimal dia akan mengadopsi 75 persen perilaku suami dalam pribadi saya. Demikianlah ia akan bertindak terhadap istrinya.
Sebagai orang tua, kita dipanggil untuk mendidik anak-anak dan mempersiapkan mereka menjadi seorang suami dan ayah, atau menjadi ibu dan istri. Karena itu, kita harus mendidik mereka dengan memberikan teladan yang baik. Ketika Josephus berusia 8 tahun, istri saya mengeluh karena Jo melawannya. Saya marah dan memanggil Joseph ke kamar. Saya pegang kerah bajunya dan berkata, "Jo, apa yang kau lakukan sama Mama?" "Maaf, Pa!" "Oke, Papa maafkan, tetapi kau jangan macam-macam ya, mamamu itu istri saya! Dia yang melahirkan dan membesarkan kau. Jangan lupa, mama itu istri papa! Jangan kurang ajar ya, Nak!"
Suatu hari, Josephus akan mempunyai istri. Ia harus menjadi suami yang membela istrinya dan tidak membiarkan istrinya dihina orang lain. Sejak saat itu, ia tidak berani kurang ajar kepada mamanya. Saya sebagai suami, membela istri saya, di depan anak saya. Anak-anak juga perlu melihat bagaimana orang tuanya membangun sikap yang romantis dan harmonis.
Menciptakan Kesenangan Pasangan
Firman Tuhan juga mengajar kita untuk saling memberkati. Jangan membuat pasangan Anda marah, cobalah kreatif untuk membuatnya senang. Untuk membuat pasangan Anda senang, Anda harus tahu bahasa cintanya. Gary Chapman menemukan lima bahasa cinta, yaitu:
1. Pujian/afirmasi (peneguhan)
2. Sentuhan fisik
3. Kebersamaan dan waktu berkualitas
4. Pelayanan
5. Pemberian (hadiah)
Jika Anda belum mengetahui bahasa cinta utama pasangan Anda, coba tanyakan kepadanya dan katakanlah bahasa cinta utama Anda kepada pasangan Anda.
Witha senang menunjukkan sikap romantis dalam berbagai cara -- menggandeng saya atau meminta saya merangkulnya. Mula-mula, saya merasa risi karena tidak pernah melihat orang tua saya bersikap demikian. Akan tetapi, saya belajar melakukan hal-hal yang istri saya suka. Hal ini membuat saya menemukan metode untuk menciptakan kesenangan diri dari kesukaan pasangan.
Suatu hari, saya mencoba bersikap romantis kepada istri saya. Ketika sedang menyanyi di kebaktian gereja, saya memegang tangannya. Ia sangat senang merasakan tangan saya di tangannya. "Sering-sering ya," katanya. Dan, kesenangan istri berdampak pada saya. Jadi, sebagai suami dan ayah, kita perlu mengembangkan kreativitas untuk menciptakan kesenangan pada pasangan dan anak-anak.
Menerima Apa Adanya
Pertama-tama, kita perlu berdoa, "Tuhan, tolonglah saya menerima pasangan saya apa adanya, bukan ada apanya. Tolong juga ubah saya sehingga lewat perubahan saya, pasangan saya berubah."
Latihan:
1. Tulislah sepuluh kelebihan pasangan Anda. Bersyukurlah untuk semua hal baik yang ada dalam dirinya.
2. Tulislah kekurangan Anda sebagai suami atau istri. Mohonlah anugerah Tuhan untuk semua kekurangan Anda sebagai suami atau istri agar Tuhan menolong Anda berubah menjadi lebih baik.
Kalau kita bisa menemukan keseimbangan antara kelebihan pasangan dan kelemahan pribadi kita, ada beberapa hal yang terjadi:
1. Setiap kali kita memikirkan kelebihan pasangan, secara simultan, kelemahan pasangan tergeser; apalagi kalau setiap hari kita bersyukur untuk kelebihan suami atau istri kita. Memang dia mempunyai kekurangan, tetapi bukan itu yang menjadi fokus kita. Kalau Anda berhasil melihat kelebihan pasangan, Anda akan mudah juga fokus pada kelebihan anak Anda. Kita mudah memuji dan tidak sulit memberikan afirmasi. Itu akan membangun harga diri anak.
2. Dengan memohon anugerah untuk kelemahan kita, kita akan lebih mudah memaafkan dalam berkomunikasi. Kita juga tahu bahwa kita juga mempunyai kekurangan. Dalam hal tertentu saya kurang, maka ketika istri saya menunjukkan kekurangannya, hal itu tidak menjadi masalah besar atau dibesar-besarkan. Kita lebih mudah berdamai.
3. Saat istri suka memberi afirmasi tentang kita di depan anak-anak, itu adalah bentuk pewarisan nilai. Anak-anak juga belajar memberi afirmasi dan pujian kepada pasangannya nanti. Saya sewaktu-waktu menegaskan kepada anak-anak betapa saya bangga menjadi suami dari ibu mereka.
4. Kita akan merasa lebih bebas ketika berhubungan dan berelasi dengan pasangan kalau kita mengetahui kekurangan pasangan dan menutupinya. Kita tidak perlu saling menuntut. Jika suami hanya bisa menyalahkan istri dan sebaliknya, kita melakukan dua kali kesalahan: menyalahkan dan tidak melindungi. Itu sebabnya, Paulus mengatakan peran suami adalah menguduskan istrinya, dia harus melindungi istrinya. Ini yang paling penting.
Diringkas dari:
Judul buku: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan -- Membangun Sistem Pernikahan yang Sehat & Berfungsi
Penulis: Julianto Simanjuntak & Roswitha Ndhraha
Penerbit: Yayasan Peduli Konseling Nusantara, Banten 2010
Halaman: 111 -- 121
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar