CAKRAWALA: PROBLEMATIK DALAM KELUARGA
Diringkas oleh: S. Setyawati
Benarkah
keluarga yang bahagia adalah keluarga yang bebas konflik/masalah?
Tidak! Dalam kehidupan ini, masalah akan selalu ada. Keluarga yang
bahagia ialah keluarga yang dapat mengelola setiap konflik yang muncul
dalam keluarga mereka. Keluarga yang dibentuk oleh dua pribadi yang
berbeda dan unik tentu memiliki perbedaan. Sebelum bertemu dan bersatu
dalam pernikahan, masing-masing pribadi telah mengembangkan selera,
kesukaan, kebiasaan, kesenangan, dan ketidaksenangan serta nilai-nilai
hidup yang dipegang. Jadi, tidak masuk akal jika kita berpikir bahwa
dalam keluarga segala sesuatu harus sama, dilakukan dengan cara dan
waktu yang sama.
Masalah dalam Keluarga
Masalah rumah
tangga sangat beragam, mulai dari yang dianggap sepele sampai dengan
yang berat dan besar. Beberapa faktor yang memicu munculnya masalah
keluarga antara lain berikut ini:
- Kehadiran anak pertama yang
membuat suami istri harus menata ulang ritme kehidupannya. Jika tidak
siap akan memicu konflik dan ketegangan hubungan antara keduanya.
- Sang suami harus bekerja dua belas jam sehari, sedangkan sang istri harus tinggal di rumah mengurus anak dan rumah.
- Sikap dan tindakan yang kurang berkenan terhadap keluarga dari pihak istri/suami.
- Anak beranjak dewasa dan mulai sering meninggalkan rumah.
- Masa pensiun tiba dan keduanya tinggal di rumah.
- Yang seorang selalu memencet pasta gigi dari bawah, sedangkan yang lain selalu dari atas.
- Saat berbicara, yang seorang senang bercerita panjang lebar, sedangkan yang lain memberikan garis besarnya saja.
- Yang seorang perlu kamar yang benar-benar gelap untuk tidur, sedangkan pasangannya tidur dengan lampu menyala.
-
Yang seorang menganggap bahwa hubungan seksual hanya dapat dilakukan di
tempat tidur dan di bawah selimut, sedangkan pasangannya menyukai
variasi dan kreatif dalam melakukannya.
- Yang seorang biasa
menggantung baju di mana saja dia suka, sedangkan yang lain menata baju
dengan gantungan berdasarkan warna dan adanya jarak antargantungan.
- Ketika anak dalam keadaan sakit, yang seorang terlihat begitu gelisah, sedangkan yang lain tampaknya tenang-tenang saja.
-
Bagi suami istri yang sama-sama bekerja, perbedaan pendapatan atau
penghasilan sering kali menjadi masalah, terutama jika pendapatan istri
lebih besar dari pendapatan suami.
Faktor Pemicu Masalah Keluarga
Mengenai
masalah dalam rumah tangga, Bernard Wiese dan Urban Steinmetz berkata,
"Ketidaksesuaian pendapat tak terelakkan dalam suatu pernikahan dan
kehidupan keluarga. Kadang kala, masing-masing pribadi dapat menjadi
pesaing, seperti juga penolong dan pelengkap bagi pasangannya. Setiap
pasangan harus menghindari sikap menjauhkan diri yang sering muncul
ketika konflik terjadi; dan membenahi hubungan mereka supaya tidak ada
lagi sakit hati, keinginan untuk saling membalas, atau saling menuduh.
Untuk dapat mencapai hal itu, perbedaan-perbedaan harus didiskusikan
secara terbuka sehingga komunikasi yang baik dapat dipulihkan. Reaksi
kemarahan memang tak dapat dihindari dalam kehidupan seseorang, tetapi
yang paling penting adalah apa yang diperbuat seseorang dengan amarahnya
itu." [1]
Sedangkan H. Norman Wright, seorang konselor keluarga
dan pernikahan, menyatakan bahwa ada tiga faktor yang berubah pada
lembaga pernikahan, yang dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan rumah
tangga [2], yaitu:
1. Berkurangnya saling pengertian di antara pasangan yang menikah.
Masalah
utama dalam pernikahan sebenarnya bukan seks, uang, dan anak-anak.
Ketiga hal itu dapat menimbulkan masalah, tetapi ada faktor lain yang
lebih berpengaruh -- hilangnya/lemahnya komunikasi antara suami dan
istri. Norman Wright setuju bahwa hilangnya komunikasi adalah inti
masalah di balik meroketnya angka perceraian di masyarakat, termasuk
keluarga Kristen. Rapuhnya pernikahan lebih banyak disebabkan lemahnya
komunikasi dan kemampuan dalam mengelola konflik. Komunikasi keluarga
yang tersumbat ini menghancurkan kehangatan rumah tangga dan
mendinginkan suasana hubungan antarpribadi dalam keluarga.
Keluarga
yang kehilangan keterampilan berkomunikasi cenderung mudah mengalami
konflik karena tidak adanya saling pengertian, demi terwujudnya
pernikahan yang kuat dan bertumbuh. Konflik yang tidak dikelola dan
diselesaikan dengan baik pun menjadi seperti api dalam sekam, atau bom
waktu yang dapat meledak sewaktu-waktu dengan dampak yang tidak
terkendali. Karena itu, perlu ada sikap saling mengerti. Walaupun ada
perbedaan, cobalah untuk membicarakan dan memahaminya dengan baik.
2. Hilangnya tekad untuk mempertahankan pernikahan.
Sekarang
ini, banyak orang yang memasuki pernikahan dengan sikap mudah menyerah.
Jika tidak cocok, hubungan dapat diakhiri dan mencoba lagi dengan orang
lain. Banyak orang yang sangat tidak sabar dengan hidup pernikahan
mereka. Mereka tidak ingin berjuang untuk mempertahankan pernikahan, dan
memilih "cara cepat" untuk mengakhiri persoalan.
3. Berkembangnya harapan-harapan yang tidak realistis terhadap pernikahan.
Banyak
pasangan muda dibutakan oleh harapan-harapan yang tidak realistis
ketika memasuki pernikahan. Mereka berpikir bahwa pernikahan yang
bahagia ditandai dengan cinta romantis yang tidak pernah surut, pasangan
dapat memenuhi semua keinginannya, pasangan selalu sejalan dengan
pikiran dan kemauannya, ekonomi keluarga stabil bahkan berkelebihan,
dsb.. Mereka mencari sesuatu yang "ajaib" dalam pernikahan, tanpa
menyadari bahwa keberhasilan pernikahan membutuhkan kerja sama mereka
berdua.
Bagaimana Mengatasi Masalah dalam Keluarga?
Salah
satu kunci keberhasilan dalam keluarga ialah kemampuan mengatasi setiap
permasalahan sehingga setiap anggota keluarga dapat memainkan perannya
secara optimal. Kuasailah masalah dan carilah solusi bersama atas
masalah tersebut. Ini bukan hal yang mudah, tetapi harus diupayakan.
Cara yang tepat dalam menyelesaikan masalah keluarga dapat memicu
terciptanya proses pertumbuhan. Setiap pasangan Kristen seharusnya
belajar dari berbagai konflik dan mau memiliki sikap yang lebih dewasa.
Rumah memerlukan ketenangan yang hangat dan kehangatan yang tenang. Oleh
sebab itu, bicarakan cara mengatasi dan menyelesaikan masalah yang ada,
serta pahami dan terapkan prinsip-prinsip berikut ini [3]:
1.
Bertumbuh dalam Kristus. Keinginan ini tidak dapat dibuat-buat dan tidak
muncul secara otomatis. Keinginan ini bergantung pada hubungan pribadi
yang sehat dengan Kristus dan ditandai dengan adanya kerinduan untuk
berdoa dan membaca Alkitab sambil merefleksikannya dalam kehidupan
pribadi dan keluarga. Dampaknya, prinsip-prinsip kebenaran Alkitab dan
nilai-nilai kristiani akan tampak dan dijunjung tinggi.
2.
Bertumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa, selalu ingin belajar, mau
memberi, bersedia berkorban, dan melayani. Jika setiap pribadi tidak mau
mengasihi dan membahagiakan pasangannya, masalah yang ada tidak akan
selesai dengan tuntas. Pribadi yang tidak mau menjadi lebih dewasa
cenderung egosentris dalam menyelesaikan masalah keluarga.
3.
Berinisiatif dan mulai menyelesaikan masalah keluarga dengan penuh
kesadaran. Setiap pribadi harus mempunyai keinginan kuat untuk
mempertahankan keutuhan pernikahannya dan berusaha mencari alternatif
solusi yang baik untuk semua pihak. Perlakukan orang lain (suami, istri,
anak, atau orang tua kita) seperti kita ingin diperlakukan (Matius
7:12). Perubahan harus dimulai dari diri sendiri, dan hendaklah kita
hidup dengan ramah, kasih mesra, saling mengasihi, dan mengampuni
sebagai dasar dalam mengatasi masalah keluarga kita (Efesus 4:32).
Terkadang, kita perlu menanyakan pada diri sendiri: Apakah saya
mencintai pasangan hidup saya seperti Kristus mencintai umat-Nya? Apakah
saya sungguh-sungguh mencintai pasangan hidup saya seperti saya
mengasihi diri saya sendiri? Jika jawabannya adalah TIDAK, mulailah
untuk melakukan perubahan diri, maka pernikahan Anda akan menemukan
kembali kehangatannya (Efesus 5:22-31).
4. Berpikir positif
terhadap pasangan. Pandangan positif akan melahirkan pendekatan dan
cara-cara yang positif dalam mengatasi permasalahan dalam keluarga.
Fokuslah pada kelebihan, bukan kekurangan pasangan Anda.
5.
Berpikir dan mewujudkan kehidupan keluarga yang sukses. Jangan pernah
sekalipun memikirkan untuk bercerai sebagai solusi permasalahan
keluarga. Tetapkan orientasi hidup pernikahan yang benar.
6.
Ingatlah selalu akan kasih mula-mula yang mendasari pernikahan. Jika
Anda mengasihi pasangan yang Tuhan berikan, tidak akan ada keinginan
untuk mengecewakan atau menyakiti. Yang ada adalah berbagi suka dan
duka.
Dan, yang terpenting ialah menempatkan Tuhan dan firman-Nya
sebagai Pemandu kehidupan pribadi dan keluarga. Ingatlah, keluarga kita
akan bahagia jika Tuhan menjadi "Tamu" yang tetap di dalamnya. Pasangan
yang berhasil membina keharmonisan bukanlah mereka yang memiliki
pemikiran, perilaku, dan sikap yang persis sama, tetapi yang mau belajar
menerima keberbedaan melalui proses penerimaan, pengertian, dan saling
melengkapi. Berikut ini kutipan Kong Fut Tze mengenai keluarga yang
harmonis, "Apabila ada harmoni di dalam rumah, akan ada ketenangan di
masyarakat. Apabila ada ketenangan di masyarakat, ada ketenteraman di
dalam negara. Apabila ada ketenteraman di dalam negara, akan ada
kedamaian di dalam dunia."
Catatan
[1] Sebagaimana dikutip
oleh H. Norman Wright. Untuk lebih jelasnya, lihat pada H. Norman
Wright, Persiapan Pernikahan, (Yogyakarta: Gloria, 2000), hlm. 175.
[2] H. Norman Wright, Komunikasi: Kunci Pernikahan Bahagia, (Yogyakarta: Gloria, 2000), hlm. 14-17.
[3]
Pdt. Yusak Susabda PhD, dkk., Konseling Pranikah: Sebuah Panduan untuk
Membimbing Pasangan-Pasangan yang Akan Menikah, (Bandung: Mitra Pustaka,
2004), hlm. 92-93.
Diringkas dari:
Nama situs: Blesseddayforus's Blog
Alamat URL:
http://blessedday4us.wordpress.com/2010/06/02/problematika-dalam-keluarga/Penulis: Pdt. Jotje Hanri Karuh
Tanggal akses: 16 Oktober 2013